Selasa, 02 April 2013

Surabaya Lawan Tikus dengan Burung Hantu

 http://www.surabayapost.co.id/gambar/2dfdd871aec29529afdc81705e6ea2a7.JPG

Gudang Burung - Bagi petani padi, tikus merupakan hama yang menakutkan. Serangan hama pengerat itu mengancam gagal panen atau setidaknya mengurangi produksi padi.



Berbagai cara biasa ditempuh petani untuk membasmi tikus. Mulai dengan cara gropyokan (penggalian sarang tikus), pemberian umpan beracun, hingga pengasapan dengan emposan (lubang tikus dimasuki asap belerang).

Kini sebagian petani di Kabupaten Probolinggo punya cara baru dalam membasmi tikus. Mereka memanfaatkan burung hantu sebagai predator alami bagi tikus. Seperti diketahui, burung yang di kalangan masyarakat Jawa dan Madura disebut kukuk beluk itu merupakan pemangsa tikus.

”Beberapa pasang burung hantu, lengkap dengan pagupon-nya kami tempatkan di sejumlah persawasan di lima desa di Kecamatan Gading,” ujar Kasi Perlindungan Tanaman pada Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Probolinggo, Arif Kurniadi, Sabtu (30/3) pagi tadi.

Karena baru rintisan, pada Maret 2013 ini, setiap desa baru mendapatkan sepasang burung hantu. Yakni Desa Mojolegi, Wangkal, Keben, Bantur, dan Desa Kaliacar. “April nanti tiga pasang burung hantu dan pagupon-nya kami tempatkan di tiga desa di Kecamatan Krejengan. Dan Mei, dua pasang burung hantu ditempatkan di dua desa di Kecamatan Pajarakan,” ujarnya.

Bahkan demi memeratakan penyebaran burung hantu, Disperta berencana menangkarkan burung hantu pada 2014 mendatang. ”Kami akan membuat kandang besar untuk penangkaran di Kecamatan Gading. Burung hantu hasil penangkaran akan disebar ke seluruh areal persawahan di Kabupaten Probolinggo,” ujar Arif.

Pemanfaatan burung hantu untuk mengendalikan hama tikus dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan alam, sekaligus mencegah kepunahan burung hantu. ”Pemanfaatan agen hayati seperti burung hantu juga untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia di dunia pertanian,” ujarnya.
Pemanfaatan burung hantu sebagai pembasmi tikus di Probolinggo bukan kali pertama. Awalnya, Probolinggo berguru ke sejumlah daerah yang telah sukses memanfaatkan ”jasa” burung hantu.

”Di Jatim ada sejumlah daerah yang sudah memanfaatkan burung hantu untuk mengendalikan tikus yakni, Ngawi, Jombang, dan Kabupaten Mojokerto,” ujarnya.

Bahkan Disperta Kabupaten Probolinggo membeli burung hantu genus Tybo alba dari penangkar di Ngrambe, Ngawi. ”Kebetulan LSM yang menangkarkan burung hantu di Ngawi itu sudah mendapatkan izin dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Jatim,” ujar Arif.

Ditanya seberapa efektif burung hantu mampu membasmi tikus, Arif menggambarkan, seekor Tybo alba dalam semalam bisa memakan 3-5 ekor tikus. ”Sisi lain meski sudah menyantap 3-5 tikus per malam, burung hantu biasa membunuh puluhan ekor tikus yang ditemuinya,” ujarnya.
Sebenarnya selain burung hantu, masih ada predator alami bagi tikus yakni, ular sawah.

”Permasalahannya ular sawah sudah langka, banyak diburu orang untuk dijual,” ujar Arif.
Agar kerasan tinggal di persawahan, sengaja ditempatkan sepasang burung hantu dalam pagupon (rumah burung). Bangunan mirip pagupon burung merpati itu dipancangkan di tengah persawahan menghadap ke kawasan yang banyak ditumbuhan pohon-pohon besar.

Biasanya di malam hari, burung hantu bertengger di pohon tinggi untuk mengamati pergerakan calon mangsanya.Arif mengakui, hama tikus di Probolinggo tidak pernah benar-benar punah. Justru terus beranak-pinak, berkembang di sejumlah sentra penghasil padi di Kabupaten Probolinggo.

Seperti diketahui, tikus sawah yang notabene termasuk spesies Rattus argentiventer selama satu musim tanam padi (3-4 bulan) bisa beranak hingga tiga kali. Sekali beranak, tikus menghasilkan rata-rata 10 cindil (anak tikus).

Masa kebuntingan tikus betina sekitar 21 hari dan mampu kawin kembali 24-48 jam setelah melahirkan (post partum oestrus). Terdapatnya padi yang belum dipanen (selisih hingga 2 minggu atau lebih) dan keberadaan ratun (Jawa : singgang) terbukti memperpanjang periode reproduksi tikus sawah.

”Dalam kondisi tersebut, anak tikus dari kelahiran pertama sudah mampu bereproduksi sehingga seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor tikus baru dalam satu musim tanam padi,” ujar Arif.

Dengan kemampuan reproduksi tersebut, tikus sawah berpotensi meningkatkan populasinya dengan cepat jika daya dukung lingkungan memadai.

Di Kabupaten Probolinggo, setiap tahun sekitar 500-800 hektar (Ha) lahan padi rusak karena serangan hama tikus. Serang tikus terutama di daerah yang sepanjang tahun terdapat tanaman padi seperti, di Kecamatan Gading, Krejengan, Pajarakan, Kraksaan, Tongas, Banyuanyar dan Sumberasih.-surabayapost

0 komentar:

Posting Komentar