Rabu, 08 Mei 2013

Manfaatkan Limbah Kayu, 3 Generasi Proudksi Sangkar Burung


Gudang Burung Sudah hal biasa jika hanya ada satu dua warga desa yang membuat satu jenis kerajinan. Tapi bagaimana jika satu kawasan, sebagian besar warganya justru membuat satu kerajinan yang sama. Itulah warga Desa Kebonbatur Kecamatan Mranggen, Demak yang tersohor sebagai daerah sentra produksi sangkar burung. Usaha tersebut sudah bertahan hingga tiga generasi.

Khudori (53), perajin sekaligus pengusaha sangkar burung mengatakan, Desa Kebonbatur merupakan daerah pertanian yang minus. Karena itu, untuk bertahan hidup warga merintis usaha pembuatan sangkar burung dengan memanfaatkan limbah kayu jati. ‘’Generasi pendahulu kami menjual sangkar burung ke Semarang dengan berjalan kaki,’’ kata pria yang telah 25 tahun melakoni usaha sangkar burung ini.

Desa Kebonbatur disebut sentra kerajinan sangkar burung sangatlah wajar. Sebab mayoritas yang memproduksi sangkar burung justru dilakukan anak-anak muda usia produktif. Jumlahnya lebih dari separoh.  Hampir setiap rumah bisa dilihat ada aktivitas membuat sangkar. Entah itu hanya berupa rangka dasar maupun finishing seperti mengoles vernis. Di rumah Khudori, ratusan sangkar tersimpan rapi di gudang.
Dalam sepekan, dirinya bisa dua hingga tiga kali mengirim 100-200 sangkar hingga ke Jakarta. Harga jual sangkar bervariasi tergantung tingkat kerumitan antara Rp 60.000-Rp 600.000. Ciri pembeda sangkar burung buatan dari Desa Kebonbatur, menurutnya, adalah bentuknya yang kotak. 
‘’Sangkar burung dari Solo bentuknya bundar, tapi kalau dari Desa Kebonbatur Demak bentuknya khas yaitu kotak,’’ imbuhnya.Terbuat dari limbah kayu jati, kata dia, keawetan sangkar burung dari Desa Kebonbatur ini tidak lagi diragukan. Sangkar burung yang juga dikombinasikan dari bambu ini bisa bertahan hingga 10 tahun.
Nahrowi (43), salah satu perajin mengaku keterampilan membuat sangkar burung didapatkan secara turun temurun. Menghasilkan satu sangkar burung, bukan pekerjaan mudah Cukup rumit dan butuh ketelatenan. Tergantung besar kecilnya sangkar burung yang dibuat. ‘’Biasanya, pengepul mempunyai pegawai khusus untuk mewarnai sangkar burung,’’ katanya.
Bapak tiga anak ini juga menyebut, ada banyak jenis sangkar burung. Seperti sangkar model hongkongan, solonan dan cak rowo. Kades Kebonbatur, Mahbub mengatakan, perajin sangkar burung ini jumlahnya ratusan. Usaha tersebut mampu menjadi mata pencaharian pokok warga setempat. ‘’Satu yang kami sayangkan hanya infrastruktur jalan. Kondisi jalan rusak sering dikeluhkan investor yang akan menanamkan investasi di Desa Kebonbatur,’’ tukasnya.-suaramerdeka

0 komentar:

Posting Komentar