Kamis, 16 Mei 2013

Si Pengamat Burung dari Singapura


Gudang BurungJakarta bukan hanya berisi gugusan hutan beton. Di belantara gedung menjulang itu masih tersisa taman-taman kota bagi warganya. Sebut saja Monumen Nasional (Monas), Taman Suropati, dan Taman Menteng.

Taman-taman masih dirimbuni pepohonan itu menjadi daya tarik bagi burung-burung. Mereka betah di sana, dari sekadar mencari makan hingga beranak pinak. Jumlah mereka tidak sedikit, sekitar 135 jenis burung menurut buku Burung Ibu Kota terbitan Jakarta Birdwatchers Society, Oktober 2011.

Marco Kusumawijaya menyebut ada kenaikan jumlah spesies burung sejak survei 1996-1997. Ketika itu, terdapat 108 jenis burung hidup di pelbagai taman di Jakarta. Namun, total burung versi buku di atas masih kalah jauh ketimbang hasil penelitian pada 1956, yakni 256 jenis.

Ke mana perginya hampir setengah dari spesies burung di Jakarta saat ini? Jelas, kumpulan gedung telah mengusir mereka. Meski begitu, dari buku ditulis oleh kumpulan pengamat burung Jakarta itu memberi harapan masih ada tempat berlindung di Jakarta bagi kawanan burung.

Buku itu ditulis oleh Ady Kristanto, Dedy Istanto dengan tim foto Willy Ekariyono, Boas Emmanuel, dan Khaleb Yordan, anak muda Jakarta yang mau menekuni pengamatan burung. Dunia yang hanya mencatat jenis, mengecek pada buku panduan burung, kemudian didokumentasikan dalam bentuk foto yang terus disebarkan melalui dunia maya untuk mengkonfirmasi kesahihan jenis burung.

Meski hanya dalam bentuk laporan dan foto namun temuan-temuan akan perilaku burung di Jakarta cukup mencengangkan. Kepadatan penduduk dan pola hidup warga mempengaruhi terhadap pola hidup dan jenis makanan burung yang sudah berevolusi.

Seperti hasil jepretan Khaleb Yordan. Ia memotret burung Tekukur sedang makan potongan mie instan sisa manusia di Taman Margasatwa Ragunan. Ini menunjukkan Yekukur itu sudah tidak lagi bergantung pada biji-bijian, seperti jagung dan gabah kecil, sebagai sumber makanan.

Hingga saat ini, kakak adik Boas Emmanuel dan Khaleb Yordan masih menggeluti dan keluar masuk mengantarkan tamu baik lokal hingga mancanegara yang ingin melihat kondisi dan jenis burung-burung di Jakarta dan sekitarnya. Mereka baru tiga tahun menggeluti dunia pengamatan burung. Khaleb Yordan mengaku begitu jatuh cinta hingga enggan kuliah.

Hampir sama dengan adiknya, Boas menyelesaikan D-1 Teknik Informatika di sebuah kampus swasta di bilangan Salemba, Jakarta Pusat. "Hanya menyenangkan orang tua," kata Boas saat ditemui merdeka.com Ahad malam pekan lalu. Kegiatan mereka lebih banyak keluar masuk taman dan kawasan margasatwa untuk terus mengamati, mencatat, dan mendokumentasikan spesies jenis hewan bertulang belakang itu.

Harapan dua bersaudara itu berbeda-beda. Boas ingin keliling Indonesia mendokumentasikan semua jenis burung konon jumlahnya hingga 1.500 jenis. Niat itu kian kuat setelah dia pulang dari menghadiri pertemuan pengamat burung sedunia di Gujarat, India, November 2010. "Di sini, penembak burung masih bisa semena-mena dan tidak ada sanksi sosial, di India penembak burung disamakan dengan pemulung," ujar Boas.

Sedangkan Khaleb sudah mulai menulis dan mendokumentasikan burung yang pernah dia lihat. Dia berencana menyusun buku panduan burung Indonesia yang selama ini banyak ditulis oleh pengamat dari luar negeri. 

0 komentar:

Posting Komentar