Rabu, 31 Juli 2013

10.000 Kakatua dan Nuri Dijual Bebas


Gudang BurungDiperkirakan setiap tahunnya sekira 10.000 ekor burung kakaktua dan nuri diburu di habitat aslinya di hutan-hutan di Papua dan Maluku, untuk dperdagangkan secara ilegal. Dari 100.000 kakaktua dan nuri tersebut, 41persennya diselundupkan ke Philipina, sedangkan sisanya 69 persen diperdagangkan secara ilegal di Indonesia.

"Surabaya merupakan tempat transit perdagangan kakaktua dan nuri ilegal terbesar. Dari Surabaya ini kemudian disebar ke kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Jakarta Semarang dan kota besar lainnya," kata Campaign Officer Pro Fauna, Tri Prayudhi, Selasa.

Jalur yang biasanya digunakan untuk menyelundupkan burung-burung yang dilindungi ini melalui laut dari Papua menuju Maluku Utara, kemudian ke Tobelo kemudian ke Talaut dan masuk Filipina melalui Davao.

Sedangkan jika diperdagangkan lokal jalur penyelundupannya melalui Papua kemudian menuju Maluku Utara, Tobelo dan masuk Surabaya lewat pelabuhan tradisional di sekitar Gresik atau pelabuhan Kalimas Surabaya.

Harga per ekor dari burung-burung ini jika masih di tangan penangkap berkisar antara Rp 60ribu. Namun harga ini menjadi melonjak jika sudah mencapai di Surabaya atau Filipina. Di pasaran Surabaya harga kakaktua atau nuri berkisar antara Rp1,5 - 2 juta. Sedangkan jika sudah masuk Fipina, maka harga termurah berkisar Rp2 juta.

Salah satu pedagang besar burung-burung yang dlilindungi di Surabaya yang berhasil ditangkap adalah Subairi. Dia mengaku telah menjalankan praktik perdagangan satwa dilindungi ini sejak 25 tahun lalu. 

Di rumah Subairi di Jalan Semampir II/5 Surabaya, polisi menemukan nuri kepala hitam (lorius lory) sebanyak 10ekor, kakaktua jambul kuning (cacatun galerita) 13 ekor, dan kakaktua tanimbar (cacatun goffini) sebanyak 3 ekor. 

"Sesuai dengan undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam, Subairi terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100juta," kata Kapolda Jawa Timur Irjen, Anton Bachrul Alam.

Menurut Pro Fauna meski sudah banyak diburu untuk diperdagangkan secara ilegal, namun hingga belum ada tindakan nyata dari pemerintah untuk melestarikan burung-burung yang dilindungi ini.

"Bahkan untuk data populasi kakaktua dan nuri saat ini belum diketahui secara pasti. Karena Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk pendataan, terakhir melakukan penghitungan populasi kakaktua dan nuri sekitar tahun 1994 lalu," kata Tri Prayudhi.

0 komentar:

Posting Komentar