Jumat, 07 Juni 2013

Indikator Lingkungan yang Semakin Hilang

 http://www.kutilang.or.id/wp-content/uploads/2012/10/rajaudang-meninting_Alcedo-meninting_feeding_IT.jpg

Gudang Burung Berbagai kerusakan alam dan lingkungan masih terus terjadi, dan bahkan semakin masif saat ini. Meningkatnya permintaan akan bahan bakar fosil setiap tahun, masih melestarikan pertambangan batubara sebagai salah satu sumber energi utama bagi manusia dan industrinya.


Sementara di wilayah perkotaan, pertambahan penduduk yang tidak terkontrol membuat kebutuhan manusia terhadap pemukiman terus meningkat. Di kota Jakarta misalnya, pertumbuhan properti nasional di Indonesia tahun lalu bahkan mencapai 20% menurut Ketua Dewan Pertimbangan Real Estate Indonesia, Teguh Satria kepada investor.co.id tahun lalu.

Lajunya pertumbuhan pemukiman dan pertambahan manusia, berdampak kepada hilangnya habitat satwa dan menurunnya kualitas lingkungan sekitar. Kerusakan lingkungan dan hilangnya habitat satwa, tak hanya mengancam berbagai satwa dilindungi dan spesies unik di Indonesia. Hilangnya habitat, juga mengancam berbagai satwa yang menjadi indikator alami kebersihan dan kualitas lingkungan di perkotaan. Salah satunya, adalah burung raja-udang meninting.

Semakin menurunnya kualitas lingkungan, bertambahnya jumlah bangunan dan hilangnya rawa di Jakarta membuat burung kecil ini semakin sulit ditemui di alam bebas.

”Lingkungan yang tercemar tidak hanya mengganggu kehidupan manusia, tetapi juga membuat kehidupan burung merana” ungkap Jihad, Bird Conservation Officer Burung Indonesia. “Raja-udang meninting merupakan jenis burung yang sangat alergi dengan lingkungan yang rusak, terutama daerah perairan dan lahan basah” jelasnya.

Selain itu, faktor tercemarnya sungai dan danau tempatnya mencari pakan pun telah menghilangkan ikan dan udang kecil yang merupakan menu andalannya sudah tidak ada lagi. Berdasarkan indikator alami ini, tergambar jelas berapa besar pencemaran air di sungai-sungai maupun kanal di Jakarta.

Raja-udang meninting (Alcedo meninting) merupakan burung kecil berukuran 14 cm yang tubuh bagian bawahnya berwarna merah-jingga terang dengan penutup telinga. Kakinya ramping berwarna merah dengan paruh besar berwarna kehitaman.

Kebiasaannya adalah mencari makan berupa ikan-ikan kecil dan udang-udangan serta mengangguk-anggukan kepalanya saat mengintai mangsa. Sarangnya biasa berada di ‘tebing-tebing’ tanah di pinggir sungai atau badan air lainnya. Tercemarnya wilayah perairan, membuat raja kecil ini tergusur dari Jakarta.

Meski status keterancamannya secara global hanya berisiko rendah (Least Concern/LC), akan tetapi jumlah populasinya terus menurun akibat perubahan fungsi lahan basah dan tercemarnya perairan. Pemerintah telah melindunginya melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Jelang peringatan hari lingkungan hidup sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Juni hal ini menjadi sebuah refleksi bagi manusia untuk semakin menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keseimbangan ekologi dunia dan menekan dampak negatif bagi generasi mendatang menjadi semakin parah. Hilangnya berbagai jenis satwa di alam liar, seperti raja-udang meninting ini, ha

0 komentar:

Posting Komentar