Gudang Burung Gara-gara memelihara burung Jalak Bali, Teguh Raharjo (34) harus duduk di kursi pesakitan. Selidik punya selidik, Jalak Bali yang dia miliki tidak bersertifikat.
Warga Danguran, Klaten, Jawa Tengah, ini digerebek di rumahnya pada 5 Februari 2013. Saat itu tengah digelar operasi gabungan Polda Jateng bersama Badan Konservasi Daya Alam (BKDA) Jateng. Usai digerebek, keenam ekor Jalak Bali itu lalu diamankan di BKDA Semarang.
"Saya membeli 6 ekor Jalak Bali dari Pitoyo di Pasar Klaten dengan harga Rp 30 juta," kata Teguh seperti termuat dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Klaten yang dikutip detikcom, Minggu (25/8/2013).
Jalak Bali merupakan satwa liar yang dilindungi sesuai PP No 7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Teguh memelihara Jalak Bali itu tanpa izin. Menurut petugas BKDA Semarang, Jalak Bali yang boleh dipelihara adalah hasil penangkaran dengan ciri memiliki ring/cincin di kaki burung disertai sertifikat dari BKDA. Ring ini disematkan pada saat usia Jalak Bali berusia 5 hari sampai 15 hari.
"Saya membeli 2 minggu sebelum tim operasi datang. Saat membeli, 3 ekor ada ringnya tetapi saya tidak mencocokkan dengan sertifikatnya. Ternyata tidak cocok antara ring dan sertifikatnya," kata Teguh membela diri.
Atas perbuatannya, pada 17 Juli 2013, JPU menuntut hukuman percobaan. Teguh dituntut tidak perlu menjalani hukuman 10 bulan penjara asalkan dalam waktu 1 tahun tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Tuntutan ini diamini oleh majelis hakim dengan hukuman lebih rendah. Pada 25 Juli 2013, PN Klaten menjatuhkan hukuman 8 bulan penjara yang tidak perlu dijalani asalkan 10 bulan setelah itu tidak mengulangi lagi.
"Menjatuhkan denda Rp 1 juta subsidair 1 bulan kurungan," putus majelis hakim PN Klaten yang terdiri dari Ennierkua Areintowaty, Nurhayati Nasution, Suparna pada 25 Juli 2013.
0 komentar:
Posting Komentar