Selasa, 26 November 2013

Duh, Malangnya nasibmu Nuru Talaud


Gudang BurungUnit Buru Sergap (Buser) Polres Talaud, Sulawesi Utara, menggagalkan upaya penyelundupan burung nuri talaud (Eos histrio talautensis) dari Talaud ke Filipina, Rabu (13/11/2013).

Upaya penyelundupan tersebut terbongkar setelah warga Desa Bowombaru, Kecamatan Melonguane Timur, Kabupaten Talaud, melaporkan Ismail Gan (34), pria asal Filipina yang menampung ratusan satwa yang dilindungi tersebut di sebuah rumah. Warga curiga pelaku membeli burung nuri tersebut dalam jumlah yang banyak di Desa Bengel, Kecamatan Beo. 

"Ratusan burung itu ditaruh dalam keranjang dan tubuh mereka disiram dengan air gula agar tidak bisa mengeluarkan suara," ujar Richter, warga Beo. 

Kepala Polres Talaud AKBP Budi Meidianto mengatakan, pihaknya telah melakukan penyitaan terhadap burung-burung tersebut. "Kami menerima laporan dari warga, dan setelah kami cek di tempat kejadian ternyata benar. Pelaku sudah ditahan dan akan diproses dan barang buktinya kami sita untuk selanjutnya akan dikoordinasikan dengan BKSDA (Badan Koordinasi Sumber Daya Alam) Provinsi Sulut," ujar Meidianto. 

Nuri talaud merupakan salah satu dari jenis burung yang terancam punah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, serta ketentuan internasional dalam Appendix I CITES ditegaskan bahwa Nuri Talaud tidak boleh diperdagangkan antarnegara. 

Menurut keterangan beberapa sumber, nuri talaud sudah diselundupkan ke Tawao dan Filipina sejak tahun 1960 bersama pala, kopra, dan cengkeh. Pada tahun 1990-an, penyelundupan burung nuri menjadi usaha sampingan para nelayan Filipina yang banyak melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia untuk dipasok ke General Santos Filipina.

Maraknya perdagangan gelap itu terjadi akibat lemahnya pengawasan oleh institusi penegak hukum, serta pemerintah daerah setempat. Para nelayan Filipina biasanya membeli nuri talaud dari penduduk dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 50.000 per ekor. Perdagangan juga bisa dilakukan dengan sistem barter, yakni ditukar dengan panci aluminium, penggorengan, sangkur, dan minuman keras. Adapun para nelayan setiba di Filipina akan menjualnya kembali dengan harga hingga Rp 1 juta per ekor. 

Berdasarkan laporan investigasi Yayasan Sampiri, perdagangan nuri talaud masih berlangsung hingga saat ini. Dengan kalkulasi kasar berdasarkan hasil investigasi Yayasan Sampiri, total burung nuri talaud yang diperdagangkan di tiga kampung yang menjadi basis penangkapan selama periode 8 tahun terakhir adalah 6.480 ekor, atau rata-rata sekitar 810 ekor per tahun. 

Pemerintah sebenarnya telah berusaha menjaga kelestarian hewan-hewan langka tersebut, antara lain dengan menetapkan kawasan hutan konservasi di Kepulauan Sangihe, Talaud. Di Pulau Sangir Besar, tak kurang 3.549 hektar areal dijadikan Hutan Lindung Sahendaruman, sementara di Pulau Karakelang sekitar 24.669 hektar dijadikan Suaka Margasatwa Karakelang, dan 9.000 hektar sebagai areal hutan lindung. Sayangnya, keberadaan hutan konservasi tersebut sangat rentan akibat maraknya perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan dan perdagangan satwa liar, serta pencemaran lingkungan.

0 komentar:

Posting Komentar